BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pangan jajanan merupakan makanan siap saji dan minuman yang dipersiapkan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan atau tempat-tempat lain sejenisnya (FAO 2009). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) umumnya dikenal sebagai pangan siap saji yang ditemui di lingkungan sekolah dan secara rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak sekolah (Kementerian Kesehatan RI 2011).
PJAS menyumbang 31.1% kebutuhan kalori serta 27.4% protein dari konsumsi pangan harian anak sekolah (BPOM RI 2009). Hasil survei Badan diPengawas Obat dan Makanan RepublikIndonesia (BPOM RI) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 141 kejadian luar biasa(KLB) keracunan panganterjadi. Dari 141 kejadian, 15% disebabkan oleh PJAS dengan tingkat kejadian tertinggi (69-79%)terjadi di SekolahDasar (BPOM RI 2011). Keracunan pangan tersebut dapat diakibatkan oleh tingginya konsumsi PJAS oleh anak sekolah yang tidak diikuti dengan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPPB) oleh para penjaja pangan.
BPOM RI sebagai lembaga pemerintah yang berwenang dalam pengawasan makanan menginisiasi Gerakan PJAS. Gerakan PJAS tersebut disebut denganAksi Nasional PJAS (AN PJAS) yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan, mutu, dan gizi PJAS. Salah satu bentuk AN PJAS adalah program pengawasan PJAS berupa sampling dan analisis sampel PJAS dari kantindan penjaja makanan di lingkungan sekolah. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan Petunjuk Teknis Sampling PJAS yang dibuat oleh BPOM RI. Sampel tersebut kemudian dianalisis di laboratorium Balai Besar/Balai POM atau di laboratorium keliling agar diketahui kesesuaiannya dengan syarat yang telah ditentukan oleh BPOM RI. Hingga saat ini, data- data hasil sampling dan analisis tersebut hanya sebatas mengetahui persentase sampel yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS). Oleh sebab itu, data dikaji lebih lanjut untuk mengetahui akar-akar masalah keamanan pada PJAS sehingga dapat diberikan strategi perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan keamanan dan mutu PJAS yang dijual.
Program pengawasan pangan adalah program penunjang dalam bidang pangan yang ditujukan untuk melindungi masyarakat sehingga tidak mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, mutu, gizi, dan bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Pangan harus berdasarkan suatu standar sehingga tidak merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen
Bakso memiliki masa penyimpanan yang relatif singkat, usaha untuk memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan penambahan bahan pengawet alami, memperbaiki kemasan danpenggunaan suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu kamar. Tetapi cara ini dinilai kurang ekonomis sehingga produsen bakso lebih memilih carayang lebih murah yaitu dengan menggunakan formalin atau boraks. Hal ini juga membuat bakso pernah dianggap sebagai makanan yang kurang aman oleh BPOM. Bahkan BPOM mengingatkan bahwa mengkonsumsi makanan berkadar boraks tinggi dalam kurun waktu 5–10 tahun dapat meningkatkan resiko kanker hati. Oleh karena itu, bakso yang dijual di sekolah, pasar tradisional dan pasar swalayan diwajibkan bebas formalin dan boraks.
1.2 Rumusan Masalah
Secara umum kajian dilakukan untuk merumuskan strategi perbaikan secara berkelanjutan untuk memastikan apakah bakso aman untuk di konsumsi, dan tidak mengandung bahan pencemar.
1.3 Tujuan
Adapun secara khusus bertujuan untuk:
1. mengidentifikasi jenis mikroba yang terdapat pada bakso.
2. mengidentifikasi kandungan boraks pada bakso.
3. merumuskan langkah-langkah perbaikan mutu dan keamanan pada bakso.
4. Mengetahui ciri-ciri bakso yang aman.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bakso
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003 dalam Wibowo, 2000).
Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caraya gampang saja; adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas- remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok kemudian direbus dalam air mendidih selama ± 3 menit kemudian diangkat dan ditiriska (Wibowo, 2000).
Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng danseledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran. Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai.
2.2 Masalah Keamanan Bakso
Masalah keamanan bakso adalah penyalahgunaan bahan tambahan berbahaya yaitu boraks. Penambahan boraks pada bahan pangan dilarang sesuai dengan Peraturan Menteri KesehatanNo. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Berdasarkan pengamatan terhadap cara pembuatan dan penyajian bakso, masalah kontaminasi mikroba pada bakso yang melebihi batas maksimal dapat disebabkan adanya kontaminasi dari pekerja, mesin dan peralatan yang digunakan, serta bahan baku.
2.2.1 Boraks
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Boraks merupakan anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dananti septik pada kosmetik (Svehla, G).
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002).
Bakso yang menggunakan boraks memilikikekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Sering mengkonsumsimakanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak danginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dankonvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Masalah keamanan bakso adalah penyalahgunaan bahan tambahan berbahaya yaitu boraks, masalah kontaminasi mikroba pada bakso yang melebihi batas maksimal dapat disebabkan adanya kontaminasi dari pekerja, mesin dan peralatan yang digunakan, serta bahan baku. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging dan tampak lebih putih.
Sering mengkonsumsimakanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak danginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian.Kontaminasi mikroba juga dapat berasal dari peralatan makan yang digunakan pada saat penyajian bakso. . Peralatan makan yang digunakan sering kali terkontaminasi Micrococcus spp. dan Staphylococcus spp.
Adapun langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukanuntuk mencegah terjadinya cemaran pada bakso sebagai berikut: Meningkatkan sanitasi terhadap pekerja, alat dan mesin yang digunakan, bahan baku, dan lingkungan produksi, Menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB), Menyimpan bahan baku dan produk yang telah jadi pada kondisi yang sesua, Menggunakan air yang telah dimasak untuk proses produksi. Menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan oleh BPOM.
0 Response to "Makalah Jaminan Mutu Bakso"
Posting Komentar