PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai pedoman hidup manusia tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi merupakan aturan lengkap yang mencakup aturan ekonomi . Ekonomi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, sehingga tidaklah mungkin Allah SWT tidak mengatur hal yang demikian penting. Salah satu contoh dapat kita lihat dalam QS Albaqarah : 282 yang mengatur secara terperinci aturan muamalah diantara manusia.
Bersamaan dengan fenomena semakin bergairhnya masyarakat untuk kembali ke ajaran agama, banyak bermunculan lembaga ekonomi yang berusaha menerapkan prinsip syariat Islam, terutama lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan, asuransi dan baitul mal. Perbankan Islam telah menjadi istilah yang terkenal luas baik didunia muslim maupun di dunia muslim maupun diduania barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas bunga kepada nasabah. Karena dalam perbankan Islam bunga adalah riba dan menurut hukum Islam bungan bank diharamkan. Terbukti dalam kurun waktu beberapa tahun pertumbuhan bank syariah semakin cerah, hal ini ditandai dengan banyaknya bank-bank konvensional mengkonversi kepada sistem syariah atau membuka divisi syariah. Ada juga lembaga keuangan syariah lain lahir daam skala kecil, tetapi mempunyai jumlah yang banyak, tetapi mempunyai jumlah yang banyak sepoerti BMT dan Koperasi Syariah. Data yang ada menunjukkan bahwa Indonesia telah meiliki 82 BPRS dan lebih 3000 buah BMT yang mengoperasikan produknya sesuai dengan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Lembaga Ekonomi Pada Masa Dinasti Islam
1. Dinasti Umayyahh
Naiknya muawiyah ke tampuk pemerintahan islam, merupakan awal kekuasaan Bani Umayyah. Sejak saat itu pemerintahan islam yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis. Pada saat ini, penyelenggaraan administrasi berada di DAMASKUS, sedangkan pusat aktifitas berada di Madinah.
Baitul Mal yang merupakan kantor perbendaharaan umat menjadi salah satu institusi yang disalah gunakan. Pada masa ini Baitul Mal seperti menjadi milik pribadi. Pada masa ini Baitul Mal dibagi menjadi dua bagian, yaitu umum, dan khusus. Pendapatan Baitul Mal umum di peruntukan bagi masyarakat umum, sedangkan yang khusus di pruntukkan bagi para sultan dan keluargannya.
Mananggapi hal tersebut, Sayyid Quthb menyatakan bahwa kalau bukan karena kekuatan yang luar biasa yang dimiliki watak Agama ini, nischaya pada masa pemerintahan bani umayyah dapat dijadikan jaminan bagi lenyapnya islam dari muka bumi. Selama pada pemerintahan umayyah kurang lebih 90 tahun.
2. Dinasti Abasyiah
Bany abbasiyah meraih tampuk kekuasan islam setelah berhasil setelah menggulingkan pemerintahan umayyah pada tahun 750 H. para pendiri ini adalah keturunaan abbas. Pada masa ini pemerintahan islam dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Dinasti ini berkuasa selama lima abad. Pada masa abbasiyah mencapai masa ke emasan pada priode pertama.
A. Abu Ja’far Al Mansur
Ia memerintah hanya dalam waktu singkat. Tetapi pada pemerintahanya dia lebih banyak melakukan konsolidasi dan penerbitan administrasi birokrasi. Ia menciptakan tradisi baru dibidang pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir sebagai coordinator depertemen. Ia juga membentuk lembaga-lembaga protol Negara, sketaris Negara, kepolisian Negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman Negara.
B. Al Mahdi
Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak. Seperti membangun tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para khafilah dagang beserta hewan bawaanya, dan memperbsiki , memperbanyak jumlah telaga dan perigi, dia juga mengembalikan harta yang dirampas oleh ayahnya kepada pemiliknya masing-masing. Perekonomian Negara mulai meningkat dengan peningkatan sector pertanian melalui irigasi, dan, pertambaangan. Disamping itu jalur transit perdagangan antara timur dan barat juga banyak menghasilkan kekayan, karena basrah menjadi pelabuhan yang penting.
C. Harun Ar Rasyid
Pada saat pemerintahan di kuasai oleh Harum Al-Rasyid, pertumbuhan perekonomian berkembang dengan pesat, dan kemakmuran d dalam dinasti Abbasiyah, dan mencapai puncaknya bpada saat ini. Dia juga melakukan deservikasi sumber pendapatan Negara. Ia membangun Baitul Mal untuk mengurus keuangan Negara dengan menunjukseseorang wazir yang mengepalai beberapa diwan seperti: diwan al-khazanah, diwan al-azra, diwan khazaim as-siaab. Sumber pendapatan pada masa ini adalah bkharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainya seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan.
1.2 Lembaga Keuangan Syariah Modern
Apabila diperhatikan teks hukum yang ada dalam ketentuan syari’at Islam, akan ditemukan beberapa lembaga dan instrumen keuangan yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam:
a. Kegiatan Nonbank
b. Kegiatan Perbankan.
1. Lembaga dan Instrmen Keuanagan Nonbank
Dalam ketentuan syariat Islam yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya:
a. Lembaga zakat
Berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999, bahwa oragnisasi yang berhak mengelola zakat terbagi menjadi 2 bagian, yakni orgaanisasi yang tumbuh atas prakarsa masyarakat dan disebut juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah dan disebut Badan Amil Zakat (BAZ).
Kedua bentuk organisasi ini memiliki kesamaan tujuan, yakni bertujuan mengelola dana zakat dan sumber-sumber dana sosial yang lain secara maksimal untuk keperluan umat. Misi mulia yang diemban ini jangan sampai berbenturan dalam pelaksanaan programnya. Masyarkat harus didoraong supaya membentuk lembaga amil sebanyk-banyaknya.
Zakat seharusnya dipungut oleh pemerintahan Islam. Namun karena pemerintahan Islam saat ini tidak ada, maka umat Islam secara berjamaah dapat mendirikan baitul mal untuk pengumpulan dan pendristribusian zakat.
Di Indonesia kita bisa menghubungi BAZNAS, Rumah Zakat dan lembaga-lembaga amil zakat terpercaya lainnya yang dekat dengan kantor atau rumah kita.
Zakat dapat dibayarkan dalam bentuk barang atau uang tunai. Di era ekonomi modern ini membayar zakat dengan uang tunai akan lebih tepat, karena juiga akan memudahkan penerimanya untuk menerima zakat tersebut.
b. Ijarah (prinsip sewa).[10]
c. Kafalah/zaman (uang jaminan atau garansi).[11]
d. Rahn (Penggadaian).[12]
e. Wada (Simpanan/deposit)
f. Pinjaman
g. Salam
h. Istishna’
i. Syirkah
j. Akad
k. Waris
l. Qiradh
m. Al-muzara’ah
n. Al-musaqah
2. Lembaga dan Instrumen Keuangan Bank (Perbankan)
Dalam ketentuan syariat Islam yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya:
a. Baitul Mal Wattamwil (BMT)
BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial, bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sitem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.
BMT tidak digerakkan dengan laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroperasi dengan pola syaria’ah, sudah barang tentu kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar, tetapi agama atau akidah menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan.
b. Al-wadia’ah (Pinjaman)
c. Al-mudharabah
d. Musyarakah
e. Al-Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
f. Murabahah
g. Bank Perkreditan Rakyat syariah (BPR Syariah)
h. Bank Syariah
i. Asuransi Takaful
j. Koperasi
Dalam hal ini kita dapat membagi lembaga-lembaga ekonomi pada 3 sektor, antara lain :
1. PERBANKAN
Perkembangan perbankan syariah sekaligus juga merupakan rtaruhan ummmat Islam untuk membuktikan keadilan dan kebvaikan sistem ekonomi syariah. Untuk mencapai target dan tujuan janka panjang perlu dicvermati dengan hati-hati. Para praktisi yang terlibnat membesarkan dan berkiprah dalam sektor perbankan syariuah perlu menigkatkan mutu, pelayanan profesionalisme dan yang paling penting adalah menghayati bagaimana sebenarnya bisnis dalam syariat islam agar yang menjadi tujuan berekonomi dalam islam tercapai sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Berkembangnya bank-bank dengan landasan syariah Islam diberbagai negara pada dekade 1970-an, berpengaruh pula ke Indonesia. Pada awal 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagaio pilar ekonomi Islam mulai dialkukan. sejumlah tokoh yang terlibat dalam diskusi itu antara lain : Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M Saefuddin, M.Amin Aziz, dan beberapa tokoh lainnya (Antonio, 2001)
Ada sejumlah perbedaan yang mendasar antar bank syariah dengan bank konvensional. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.
1. Aspek Legalitas
Di perbankan syariah, akad yang dilakukan memiliki dimensi duniawi dan ukhrawi karena berlandaskan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akd seperti :
a. rukun : akadnya penjual, pembeli, barang, harga, dan ijab kabul
b. Syarat : barang dan jasa harus halal, harga harus jelas, tempat penyerahan harus jelas, barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.
2. Lembaga Penyelesai sengketa
Berbeda dengan bank konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perselisihan, penyelesaiannya tidak dilakukan di Pengadilan Negeri melainkan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi berdasarkan prinsip syariah dikenal dengan nama Badan Arbritrase Muamalah Indonesia atau BAMUI. Lembaga ini didirikan oleh Kejaksanaan Agung RI dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Sebenarnya struktur organisasi bank syariah dengan bank konvensional secara garis besar sama saja. Yakni ada komisaris dan direksi beserta perangkat pendukung di bawahnya. Namun ada satu yang membedakan yakni keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah. DPS bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis-garis syariah. DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris pada setiap bank. Ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang dikeluarkan oleh DPS. Karena itu biasanya penetapan anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
4. Pembiayaan
Perbedaan pokok antara perbankanb syariah dengan konvensional dalam pembiayaan adalahadanya larangan riba (bunga) pada perbankan syariah. Prinsip utama yang dianut bank-bank Islam (Arifin, 1999) :
a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi
b. Menjalankan bisnis dan aktifitas perdagangan yang berbasisi pada memperoleh keuntungan yang sah secara syariah.
c. Memberikan zakat
Sebagai pengganti mekanisme bunga , sebagian uama meyakini bahwa dalam pembiayaan proyek-proyek, instrumen yang paling baik adalah bagi hasil.
a. Equity Financing
Dalam hal kegiatan permodalan, terdapat dua macam kontrak, yakni :
1. Musyarakah
2. Mudarabah
Melalui kontrak Musyarakah, bank syariah bersama pihak lain, mengumpulkan modal untuk membentuk sebuah perusahaan sebagai satu legal entity. Setiap pihak dalam syirkah itu memiliki bagian keuntungan maupun hak mengawasi perusahaan secara proiposrional sesuai dengan kontribuysi modal yang diberikan. sedangkan mudharabah adalah suatu akad kontark antar penyedia dana dengan pengusaha. Pada saat proyek sudah selesai maka pengusaha mengembalikan modal tersebut kepada penyedia dana berikut porsi keuntunganb yang telah disetujui sebelumnya.
b. Debt Financing
Pembiayaan ini dilakukan dengan menggunakanm teknik jual beli. Pembiayaan atas barang dan jasa dapart dilakukan dengan segera atau tangguh.
Jenis-jenis trnsaksinya :
1. Murabahah, kontrak jual beli dimana barang diserahkan segera, sedangkan pembayaran pokok dan marjin diserahkan kemudian hari secara sekaligus.
2. Bai’ bitsaman ajil, barang diserahan segera, pembayaran diserahkan kemudian hari secara angsuran.
3. Bai’ Salam, pembayaran diserahkan dimuka, sedangkan penyerahan di kemudian hari.
4. bai’ al-istisna, pembayaran dilakukan lebih dahulu dengan cara diangsur, barangnya diserahkan kemudian.
2. ASURANSI
Asuransi syariah di indonesia dipelopori oleh PT Asauransiu Takaful Indonesia yangh berdiri pada tahun 1994. Perusahaan ini berdiri atas prakarsa sejumlah cendekiawan Muslim, PT Bank Muamalat Indonmesia,Syarikat Takaful Malaysia, para pengusha muslim dan praktisi asuransi. Sebagian kalangan islam beranggapanm bahwa asuransi sama dengan menentang qadha dan qadar atau bertenmatnga dengan takdir. Padahal sesungguhnya tidak demikian, karena pada dasarnya islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah yang tidak patut ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia diperintahkan mmbuat perencanaan untuk menghadapi masa depan, seuai dengan QS Al-Hasyr ayat 18 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri mremperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah epada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Jelas sekali dalam ayat ini kita diperintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita poerbuay untuk amsa depan. Asuransi syariah mengalami perkembangan pest pada 2002. terbitnya aturan pemerintah yang mengharuskan pertanggunagn asuransi jemaah haji harus dilakukan oleh asuransi syariah, membuat perusahaan syariah berbondong membentuk unit syariah atau bahkan mengkonversi dirinya menjadi asuransi syariah.
1. Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvenmsional.
Perbedaan utama terletak pada prinsip dasarnmya. Asuransi syariah menggunakan konsep takaful, bertumpu pada sikap saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan tentu saja memberikan perlindungan , satu sama lain salking menanggung musibah yanbg daialami peserta lain Allah SWT berfirman “ dan saling tolong menolonglah dlam kebaikan dan ketakwaan danjangann sling tolong menolong dalam doasa dan permusuhan.”
Sedangkan pada asuransi konvensional dasar kesepakatannya adalah jual beli. Perbedaan yang nyata juga terdapat pada investasui dananya. Pada takaful investasi dana didasarkan sistem syariah dengan sistem bagi hasil, sedangkan pada asuransi konvensional tentu saja atas dasar bunga atau riba (Advetorial Takaful, Republika, 22 Juli 2002)
Demikian pula untuk dana premi yang terkumpul dari peserta. Pada sistem konvensional dana itu jel;as menjadi milik perusahaan itu bila hendak diinvestasikan kemanapun. Adapun pada asuransi takaful dana itu tetap menjadi milik peserta. Perusahaan hanya dapat amanah untuk mengelolanya. Konsep ini menghasilkan poerbedaan pada perlakuan terhadap keuntungan, pada takaful keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi dengan peserta, sedang pada sistem konvensional keuntungan menjadi milik perusahaan. Satu hal yang sangat ditekankan dalam takafulk adalah meniadakan tiga unsur yang selalu dipertanyakan, yakni ketidakpastian, untung-untungan dan bunga alias riba. Tentu saja perusahaan yang bergerak dengan sistem, takaful ini tidak dapat melupakan unsur keuntungan yang bisa diperoleh nasabah..
Hal menarik lainnya yang berkatitan dengan perbedaan asuransi syariah dengan konvensional adalah soal dana hangus. Pada asuransi konvensional dikenal dna hangus, yakni ketika pesert tidak melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi konvensional nonsaving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.
Dalam konsep asuransiu syariah, mekanismenya tidak mengenal n dana hangus, peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, mka dana atau premi yangs ebelumnya sudah dibayarkan dapat diamvbil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yag tidak dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil sesuai dengan kesepkatan kontrak dimuka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan, dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
3. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Berbicara mengenai lembaga keuangan syariah di Indonesia, ketika Pemerintah menerbitkan UU No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan yang antara lain menyebutkan kemungkinan berdirinya bank dengan sistem bagi hasil. Hingga Desember 2005, telah beroperasi 3 Bank Umum Syariah dan 19 Unit Usaha Syariah dari Bank Konvensional. Pnambahan jumlah pemain ini diikuti dengan penyebaran kantor yang semakin terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran jaringan itu umumnya mengarah ke kawasan bisnis yng aktif, sehingga memang mendapatkan lahan yang subur untuk berkembang. Meski demikian, pangsa pasar perbankan syariah dibanding perbanbkan nasional masih sangat kecil. Berdasarkan data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, pada Desember 2005 total asset dari seluruh bank syariah nasional (belum termasuk BPRS) sebesar Rp. 20,9 triliun atau 1,42 persen dari seluruh total aset seluruh perbankan nasional, dan dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp.15,6 triliun atau kira-kira 1,38 persen dari dana poihak ketiga yang dihim,pun seluruh sistem perbankan.
Kendati kecil pangasanya, kinerja perbankan syariah lebih baik di banding perbankan nasional. Peluang pertumbuhan bagi perbankan syariah sebenarnya justru terletak pada masih kecilnya pangsa pasar yang sudah berhasil diraih. Salah satu pendorong yang sesungguhnya sangat potenisl menjadi pemicu adalah hadirnya fatwa keharaman bunga bank. Namun ternyata fatwa tersebut tidak memberikan pegaruh berarti bagi perkembangan perbankan syariah. Memang ada penambahan jumlah nasabah kecil kecil,satu dua bulan setelah fatwadiundangkan, namun nilainya tidak berarti. Salah satu penyebab mandulnya fatwa itu, boleh jadi karena kecilnya dukungan ormas islam yang besar seperti NU dan Muhammadiyah, tehadap fatwa tersebut.
Secara ringkas penulis membagi Lembaga Keungan Syariah menjadi 3 bagian antara lain :
1. Lembaga keuangan Mikro Syariah (BPRS dan BMT)
2. Lembaga keuangan Makro (Perbankan, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian daan Dana Pensiun), sudah ditulis sebelumnya
3. Lembaga keuangan Syariah Intrernasional
III.1 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Dalam Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa bank menurut jenisnya dikelompokkan menjadi bank umum dan bank perekreditan rakyat. Pasal 13, lebih rinci menyebutkan usaha BPR diantaranya adalah :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. memberikan kredit
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah
d. menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bankl Indonesia, deposito berjangka atau tabungan pada bank lain.
Undang-unadang No.10 tahun 1998 tidak meberikan peluang sama sekali bagi BPR untuk boleh melakukan secara berbarengan kegiatan usaha perbankan konvensional dengan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan cara apapun. Pasal 1 ayat 4 UU tersebut mengemukakakn sebagai berikut :
“ Bank Perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional atau berdasar prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Dari definisi mengenai BPR tersebut ternyata Bank Perkrediutan harus memilih untuk hanya melakukan kegiatan usaha perbankan konvensional saja atau berdasar prinsip syariah saja. BPR Syariah harus juga dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangnan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung, dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil. Usaha penyaluran dana BPRS dapat diberikan dalam bentuk pembiayaan, anata lain : Mudharabah, musyarakah, qardhul hasan dan murabahah. Agar dapat sasaran yang tepat diperlukan strategi dalam menjalankan operasional BPRS tersebut yaitu :
• untuk usaha bagi hasil BPRS sebaiknya tidak menunggu datangnya permintaan melainkan mengadakan penelitian kepada usaha-usaha yang baik dalam skala kecil yang dapat dibantu dengan tambahan modal, sehingga dapat melipatkan keuntungan
• Dipilih usaha yang waktu perputaran uangnya pendek dengan mengutamakan usaha skala kecil dan menengah
• mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta persaingan dari produk yang akan dibaiayai.
III.2 Baitul Mal Wattamwil (BMT)
BMT merupakan salah satu dari lembaga ekonomi Islam yang cukup berhasiul bagi pengembangan ekonomi kerakyatan, sebab lembagai itu memfokuskan dirinya bagi pengembangan ekonomi untuk pelaku ekonomi bawah dan menengah. Pada perkembangannya BMT tidak hanya menerima dan menyalurkjan dana ZIS, tapi lebih dari itu merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan simpan pinjam berdasarkan prinsip syariah. Ada tiga macam \Baitul Mal dsalam sejarah Islam, antara lain :
a. Baitul mal khas, yakni perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber pendapatan dan unsur pengeluartan sendiri.
b. Baitul mal, yaitu sejenis bank negara untuk kerajaan yang bbertugas mengelola dan mengumpulkan pendapatan.
c. Baituil mal al-Islamin, yakni perbendaharaan negara untuk semua kaum muslimin, ia sesungguhnya tidak hanya untuk kaum muslimin. Fungsinya mencakup kesejahteraan warga kerajaan Islam tanpa memandang kasta warna kulit atau keyakinanya.
Tampaknya Baitul mal telah biasa membayar semua kebutuhan dan keperluan masyarakat dan ia sudah melaksanakan fungsi yang hampir serupa dengan bank sentral yang dilakukan oleh bank sentral dewasa ini kecuali pengeluaran uang, pengadaan kredit dan pengawasan suku bunga. BMT sebagai lembaga keuangan terkecil dapat membantu program pemerintah dalam mengembangkan ekonmomi kerakyatan. Oleh karena itu keberadaan BMT didukung oleh Presiden Ri dengan meluncurkan BMT sebagai gerakan nasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga ekonomi telah ada sejak zaman:
a. Nabi Muhammad SAW
Dimana Nabi mendirikan Baitul mal dan hizbah.
b. Khulafaur Rasyidin
Dibentuk organisasi negara Islam, diantaranya:
1. An Nidham Asy Syiyasi (Organisasi Politik)
2. Al Wizarah
3. Al KitabahAn Nidham Al Idary
4. An Nidham Al Maly
5. An Nidham Al Harby
6. An Nidham Al Qadho’i
c. Dinasti Islamiyah
Ada dua dinasti islam yang sangat bagus kegiatan ekonominya, yaitu:
1. Dinasti Umayyah
2. Dinasti Abasyiah
d. Zaman Modern
Lembaga ekonomi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu;
1. Lembaga ekonomi non-bank
2. Lembaga ekonomi bank
B. Saran
Sebagai generasi muda islam modern saat ini, hendaklah kita lebih memahami tentang lembaga-lembaga, baik struktur di dalamnya ataupun tujuan dari lembaga-lembaga tersebut. Dengan mengetahui sistem lembaga perekonomian dalam islam, kita lebih bisa mengetahui lembaga perekonomian dengan stuktur organisasi yang jelas, Islam juga menekankan pentingnya akhlaq/etika.
Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti:transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianisme, profesionalisme dan pertanggung jawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Al Qur’an telah sejak lama memberikan aturan dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi pembentukan organisasi Lembaga modern.
DAFTAR PUSTAKA
A. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan.
Baron N. Co-operative Insurance.1936. London
Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, 1979. Jakarta, Bulan Bintang,
K. Lubis, Surawardi. Hukum Ekonomi Islam. 2000. Jakarta: Sinar Grafika
http://ridaingz.wordpress.com/2012/07/18/ekonomi-islam-sebagai-sistem-ekonomi-indonesia/
0 Response to "MAKALAH LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI"
Posting Komentar